Friday 6 May 2016

Hukum Pernikahan Orang Yang Berlainan Agam (Non islam)



قال الله تعالى فى القرأن الكريم
 

اعوذ باالله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم 

ولاتنكحواالمشركات حتى يوْمن. وقال ايضا, والمحصنات من الذين اْوتواالكتاب من قبلكم, الايه
   قال النبي صلى الله عليه وسلم 
 انكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني

Hadist inilah yang menjadi dasar anjuran dari Rosululloh Saw bahwasanya menikah atau pernikahan itu adalah sunnah Rosululloh Saw, sebagian kutipan Hadist di atas Rosululloh Saw tidak akan menganggap sebagai golongannya terhadap seseorang yang benci terhadap pernikahan tersebut. Menikah itu  tidak ada larangan didalamnya selama tidak menyalahi aturan Syari'at, seperti halnya menikah dengan orang non islam. Bagaimana pandangan islam mengenahi hal ini...?

S. Lantas bagaimanakah hukumnya pernikahan orang yang berlainan agama (orang islam dan non islam?

J. Hukum pernikahan orang Islam dan non islam tersebut tidak sah,

   Pernikahan lelaki Muslim dengan wanita kafir yang bukan murni ahli kitab, seperti wanita penyembah berhala, majusy, atau salah seorang dari kedua orang tuanya adalah orang kafir, sebagaiman firman Alloh diatas ayat pertam yang artinya: ''Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman...''. Larangan ayat diatas tersebut menunjukkan keharamannya.

   Berbeda dengan lelaki muslim adalah lelaki kafir. Dalam kitab al-Kifayah disebutkan adanya dua pendapat tentang kebolehan wanita penyembah berhala menikah dengan lelaki ahli kitab. kemudian, haramkah wanita tersebut menikah dengan laki-laki sesama penyembah berhala. amaenurut Imam al-Subki, semestinya hukumnya haram, jika jika kita berpendapat bahwa mereka termasuk yang dimaksudkan dalam ayat diatas. Dan jika tidak termasuk, maka hukumnya tidak halal namun tidak pula haram.

   Yang dimaksud ahli kitab yang masih murni diatas, adalah wanita Isra'el. Ia halal bagi kita sebagaimana firman Alloh diatas ayat kedua yang artinya: ''(dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang memiliki kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu...''. 

   Yang dimaksud dengan al-kitab, adalah Taurat dan Injil, dan bukan kita-kitab yang lain sebelumnya, seperti kitab-kitab Nabi Syist, Idris, dan Ibrahim as, karena kitab-kitab tersebut tidak diturunkan secara teratur sistematik, dan bisa dipelajari ataupun dibaca. Para nabi tersebut hanya diberi wahyu tentang pengertian-pengertiannya saja, atau karena kitab-kitab tersebut hanya memuat katahikmah dan nasehat dan tidak memuat hukum-hukum syariat.

   Pernikahan sah jika ninik muyang wanita-wanita kafir ahli kitab tersebut belumpernah memeluk agama ahli kitab sesudah adanya penyalinan, sama saja apakah telah mengatahui keadaan sebelumnya ataupun meragukannya, mengingat keteguhan mereka dengan agama tersebut. Demikian halnya sah menikahi wanita Isrsael, jika nenek moyangnya mereka diketahui telah masuk agama tersebut sebelum perkawinannya, walaupun setelah adanya perubahan. Jika tidak diketahui, maka pernikahannya tidak sah berdasarkan pendapat yang lebih tegas dalam hal jika diragukan dalam kepemelukan agama tersebut.

Sah menikahi wanita-wanita Yahudi dan Nashrani dengan syarat yang telah disebutkan perihal wanita Israel dan lainnya di atas, deikian pula dengan wanita Samiri dan Sha'ibah jika keduanya bersepakat dengan Yahudi dan Nashrani dalam ajaran pokok agama mereka, walaupun keduanya tidak sepakat dalam hal-hal yang tidak bersifat prinsip. Jika duanya berbeda dalam ajaran pokok agama Yahud dan Nashrani, maka keduanya haram untuk dinikahi. Semua perincian ini adala sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Imam Syafi'i sebagaimana yang tertera dalam Muhtashar-Muzani.

   Bagi yang pindah agama, seperti orang Yahudi atau penyembah berhala menjadi Nashrani atau sebaliknya, maka tidak akan diterima kecuali masuk islam. Hal ini karena ia telah mengakui ketidakbenaran agama yang ditinggakannya itu dan mengakui pula ketidakbenaran agama baru yang dipeluknya.

   Disepakati, tidak sah wanita muslimah menikah dengan lelaki kafir, baik merdeka atau budak. Tidak sah pula wanita murtad menikah dengan siapapun, tidak dengan lelaki kamuslim karena wanita tersebut telah kafir dan tidak mengikuti apapun, dan tidak sah pula menikah dengan lelaki kafir karena masih adanya ikatan Islam pada dirinya.

   Pemeluk agama Yahudi dan Nashrani setelah terjadinya perubahan, maka lelaki muslim tidak boleh menikahi wanita-wanita merdeka mereka dan tidak boleh bersetubuhan dengan budak-budak mereka, karena mereka telah masuk agama yang batil, masalahnya seperti orang Islam yang murtad.

   Pemeluk agama Yahudi dan Nashrani yang tidak mengetahui bahwa mereka telah memeluknya sebelum terjadinya perubahan atau sesudahnya, sebagaimana Nashrani bangsa Arab, seperti Tanuh, Bani Taghlab dan Bahra', tidak sah menikahi wanita-wanita merdeka mereka dan tidak pula boleh menyetubuhi para budak mereka yang dikuasainya. Karena kemaluan perempuan (vagina) pada asalnya adalah kawasan larangan (tidak boleh di jima') yang tidak biasa diperbolehkan berdasarkan akad meragukan.   Wallahu A'lam.

     Semuga artikel ini bisa memberi manfaat, Amin Ya Robbal Alamin.

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI