Wednesday 9 November 2016

Hukum Menghadiri Walimah Tanpa Diundang

Hukum Menghadiri Walimah Tanpa Diundang. Walimah adalah sebuah nama untuk setiap undangan atau makanan yang dihidangkan karena mendapat kegembiraan atau lainnya. Dimasyrakat kita, kata walimah lebih sering diucapkan Ursy atau mantenan untuk yang lain bisa disebut selamatan atau lainnya. Inti dari walimah, sebagaimana dikatakan oleh al-Mawardi adalah menyediakan makanan dan mengundang orang-orang untuk menikmatinya.
Hukum Menghadiri Walimah Tanpa Diundang
   Dalam Islam setidaknya ada sepuluh jenis walimah sebagimana berikut:
1.  Al-Khurs yaitu walimah untuk keselamatan wanita bersalin.
2.  Aqiqah  yaitu walimah untuk anak di hari ketujuh.
3.  Al-khitan atau Al-I'dzar atau disebut pula walimah sunatan.
4.  Al-Milak yaitu walimah resepsi untuk akad nikah.
5.  Al-Ursy setelah yaitu walimah dua mempelai melakukan hubungan intim (duhul) setelah pernikahan.
6.  Al-Hidzaq yaitu walimah untuk kecerdikan orang yang hafal al-Qur'an atau kitab agama lainnya.
7.  Al-Naqi'ah atau disebut dengan as-Safar yaitu walimah setelah tiba dari perjalanan yang jauh. Termasuk juga saat akan melakukan perjalanan yang tujuannya untuk meminta do'a kebaikan.
8.  Al-Wdimah  yaitu walimah untuk orang yang mendapat musibah dan kesusahan.
9.  Al-Wakirah yaitu walimah untuk bangunan rumah baru.
10.Al-Ma'dubah yaitu walimah tanpa sebab apa-apa.

   Dari semua jenis walimah diatas, hanya walimah Ursy yang wajib kita hadiri, selebihnya adalah sunah. Telah maklum dalam bab ini hukum menghadiri undangan wamah ursy (Ijabah al- Wadimah) dalam acara mantenan merupakan sebuah kewajiban menurut mayorita para ulama. Hukum ini didasari oleh sebuah Hadis: ''jika di antara kamu diundang dalam acara walimah, datamglah''.
   Walimah Ursy dalam konteks ini bukan berarti undangan dengan pembacaan dibaiyah dan lain sebagainya, seperti yang lumrah diiucapkan masyarakat. Menghadiri acara matenan yang didalamnya ada jamuan makanan, berarti telah menghadiri undangan walimah, karena terkait dengan penyediaan makanan. Ada persoalan yang sering muncul di tengah-tengah masyrakat dengan menghadiri walimah matenan tanpa tanpa di undang. Bagaimana dengan makanan yang disediakan ketika tidak diundang dalam resepsi pernikahan?.
   Di tengah-tengah masyrakat sering muncul dilema ketika ada saudara atau teman dekatnya menyelenggaran walimah sedangkan dirinya tidak diundang: mau datang tidak diundang , tidak datang merasa tidak enak sendiri. Namun kemudian, dalam kondisi demikian sering datang kelokasi acara, padahal makanan yang  ada disediakan untuk undangan, sementara dirinya tidak diundang.

   Dalam aturan fikih, jamuan makanan yang disediakan untuk para tamu diperbolehkan untuk dinikmati, tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada tuan rumah. Hal ini karena melihat kebiasaan yang sudah berlaku bahwa makanan yang disediakan memang untu dipersilahkan, Mestinya makanan yang sudah disediakan tidak boleh dimakan oleh hadirin yang tidak mendapat undangan, karena makanan tersebut memang hanya disediakan untuk para undangan.
   Menghadiri acara makanan tanpa melalui undangan dalam fikih bisa disebut tathafful. Bagi tathafful sebenarnya boleh menikmati hidangan makanan yang disediakan asal memiliki izin dari pemilik makanan. Inilah yang antara mendapatkan undangan dan yang tidak, yaitu adanya permintaan izin terlebih dahulu.
   Izin dalam masalah ini boleh dengan cara melihat tanda-tanda kerelaan dari pihak tuan rumah, seperti mempersilahkan langsung kepadanya. Kerelaan pihak penyelenggara juga bisa dilihat dari gelagat suka dan tidaknya kepada tathafful atau melihat keakraban hubungan antara diri dan penyelenggara sebelumnya, seperti hubungan persahabatan atau kecintaan penyelenggara kepada orang tersebut.
 
   Termasuk dalam konteks ini adalah wakil dari orang yang diundang. Perwakilan orang yang diundang kepada wakil, bisa dibilang sah. Namun persoalannya ia hanya sebatas wakil dalam menghadiri undangan, tidak sebagai kapasitas sebagai penikmat hidangan. Hal inilah yang mengharuskan kerelaan dari penyelenggara, maka dari itu penyelenggara diharapkan legowo jika kemudian dalam acara ada wakil dari orang yang diundang menikmati hidangan yang telah dipersiapkan. Hanya persoalannya kerelaan yang didasari atas dugaan seperti di atas harus tidak meleset, artinya penyelenggara betul-betul rela terhadap penikmatan hidangan. Jika kemudian meleset, maka orang yang tidak diundang tersebut wajib menganti makanan yang telah dinikmatinya. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih:
لاعبرة في الظن البين خطأه
   Artinya ''Dugaan yang jelas keliru, tidak dianggap''
Persoalan yang sama adalah dengan makanann yang disediakan untuk dibawa atau dalam bahasa jawa disebut berkat. Kerelaan dari penyelenggara juga menjadi catatan halal dan tidaknya makanan yang boleh dibawa oleh orang yang tidak diundang. Terlebih berkkat yang disediakan biasanya disesuaikan dengan hitungan undangan, jika ada pihak yang tidak terdapat dalam undangan masuk, tentu menyulitkan bagi penyelenggara.
   Hal juga masuk dalam kaitan jamuan makanan adalah hukum ibahah pada makanan. Bagi tamu baik dalam resepsi, walimah atau tamu seperti saat hari raya hanya diperkenankan untuk menikmati hidangan yang disediakan ditempat saja, tidak boleh dibawa pulang atau bahkan tidak boleh memberi pada orang lain jika memang disediakan untuk tamu. Terkecuali memang ada kerelaan dari tuan rumah.

Baca Juga: Hukumnya Suami Yang Hilang Dan Istrinya Kawin Lagi

   Hukum senada adalah memakan hidangan melebihi batas wajar. Sebenarnya tamu tidak boleh makan melebihi jatah yang disediakan dalam walimah atau resepsi pernikahan. Ia hanya boleh menikmati apa yang disediakan, seperti hanya satu piring nasi, tidak boleh melebihi batas itu, kecuali memang ada kerelaan dari pikah penyelengara.

   Intinya: Halal dan tidaknya makanan yang disediakan untuk dinikmati oleh tamu non undangan tergantung atas kerelaan penyelenggara acara. Dugaan kuat juga menjadi dasar atas halal dan tidaknya makanan, yang jika dugaan itu salah atau meleset ada kewajiban untuk mengganti makanan tersebut.

   Kesimpulan: Meskipun dalam adat masyrakat kita tampaknya sulit untuk tidak mendapat kerelaan atas hidangan yang disediakan untuk dinikmati oleh hadirin meski tidak mendapat undangan, tetapi ketentuan ini sangat penting untuk diperhatikan. Mengingat tidak semua orang memiliki karakter suka merelakan apa yang dimiliki untuk dinikmati oleh orang yang ia tidak menentukannya.

   Kiranya cukup sampai di sini saja tentang Hukum Menghadiri Walimah Tanpa Diundang ini, semuga dengan adanya artikel ini kalian bisa dapat mengambil hikmahnya dan semuga yang membaca artikel ini semua dosa-dosanya di ampuni oleh Allah SWT, terutama semua orang tua kalian yang telah meninggal. dan semuga yang mengarangnya selalu diberi ketabahan oleh Allah SWT dan sukse di dunia sampai akhirat. Amin Ya Robbal Alamin.


                                                                                                                 BULETIN Sidogiri  

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI