Monday 2 May 2016

Hukum Menggusur Tanah Rakyat Untuk Kepentingan Umum

Hukum Menggusur Tanah Rakyat Untuk Kepentingan UmumPembangunan ternyata banyak yang menimbulkan  eksis. Di antaranya yang cukup serius dan dapat merugikan kepentingan rakyat, adalah pengusuran tanah rakyat untuk kepengan pembangunan. Dalil pengusuran tersebut biasanya untuk kepentingan umum. Tapi tak jarang diktum kepentingan umum itu adalah selubung saja untuk menutupi kepentingan beberapa oknum tertentu. Dalam hal ini diperah lagi oleh kenyataan bahwa ganti rugi pengusuran biasanya tidak sesuai dengan apayang dikehendaki oleh rakyat.

S. Lantas bagaimana hukum penggusuran tanah rakyat untuk kepentingan umum?
S. Bagaimana cara yang terbaik untuk menentukan ganti rugi penggusuran menurut kitab Fiqih?



J. Hukum penggusuran tanah oleh pemerintah demi kepentingan umum (al-Maslahah al-Ammah) diperbolehkan, dengan syarat betul-betul pemanfaatannya oleh pemerintah untuk epentingan umum yang dibenarkan oleh syara' dan dengan ganti rugi yang memadai.
J. Cara yang terbaik didalam menentukan ganti rugi penggusuran tanah menurut kitab Fiqih adalah dengan cara melalui musyawaroh atas dasar keadilan dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

   Ketika Umar ra. diangka t menjadi khalifah dan jumlah penduduk semakin banyak, ia memperluas masjid dengan dengan cara membeli rumah kemudian merobohkannya. Kemudian ia menambahkan perluasanya dengan merobohkan bangunan penduduk yang berada disekit masjid yang enggan untuk menjualnya. Umar ra kemudian memberikan harga tertentu sehingga mereka mau menerimanya. Umar ra membangun dinding yang pendek kurang dari tinggah manusia, dan memasang lampu-lampu, Beliau adalah merupakan orang yang pertama kali membuat dinding untuk masjid.

   Ketika Umar ra, diangkat menjadi khalifah, ia kemudian membeli rumah-rumah dan dipergunakan untuk memperluas masjd. Ustman ra, mengambil rumah-rumah penduduk dan menetapakan harganya. Mereka kemudian berdemo dikediamannya. Ustman ra, kemudian berkata: ''Sesungghnya  kesabarankulah yang membuat kalian berani terhadapku, Sesungguhnya hal ini pernah dilakukan Umar ra terhadap kalian, dan kalian menyetujuinya''. Kemudian Ustman ra, memerintahkan untuk memenjarakan mereka sehingga Abdulloh Bin Khalid Asad mendiskusikannya, dan pada akhirnya ia melepaskan mereka kembali.

   Dan apabila masjid sudah sempit dan tidak muat lagi dan membutuhkan perluasan, sedankan disamping kanan dan kirinya terdapat halaman yang berbentu tanah wakaf atau hak milik, maka boleh menjual tanah tersebut untuk keluasan masjid walaupun pemiliknya menentangnya, demikian pula halnya dengan tanah hak milik yang pemiliknya tidak mau menjualnya. Menurut pendapat yang masyhur, diprbolehkan untuk memaksa penjualan dan kemudian membelinya dengan harga yang sesuai dengan tanah wakaf tersebut. Permasalahan yang sama dengan perluasan masjid adalah perluasan sarana jalan dan kuburan bagi umat islam.

   Adapun memperluas sebagian dari ketiganya (masjid, jalan raya, kuburan umum) dengan memekan sebagian yang lainnya, maka menurut pendapat Ibnu Hajar hal tersebut diperbolehkan dengansyarat bahwa masing-masing dari semua itu memang kepentingan Alloh Swt, sehingga masing-masing diperbolehkan untuk mengambil sebagian yang lain. Hanya saja dalam bagian syarah ditegaskan, bahwa masjid tidak boleh dirobohkan demi untuk memperluas jalan, berbeda dengan kuburan, karena masjid akan tetap eksis apapun adanya (luas atau sempit).

   Ada pertanyaan tentang yang bayak terjadi dikota kita perihal tempat memanggil(adzan) yang berada disamping gedung pemerintahan dengan bayak memotong ruas jalan umum, apakah yang demikian itu diperbolehkan, dan apakah termasuk kemaslahatan umum umat Muslim atau tidak?, Jawabannya adalah, bahwa yang jelas itu merupakan kewajiban imam, dan ia wajib dalam pengelolaannya mempergunakan uang kas negara. Jika yang demikian itu tidak memungkinkan karena kezhaliman penguasanya, maka kewajiban itu beralih ke para muslimin yang kaya.

   Sesungguhnya termasuk pemaksaan yang syar'i adalah, memaksa seseorang yang memiliki rumah yang bergandingan dengan masjid, sementara masjid memerluakan perluasan, maka dalam hal ini diperbolehkan memaksanya untuk menjual rumahnya tersebut untuk keperluan perluasan masjid. Demikian halnya orang yang memiliki tanah yang bergandengan dengan jalan umum, Ibnu Rasyid  berfatwa dengan kebolehan memaksa pemilik tanah yang yang bergandengan dengan jalan umum yang dirusak oleh sungai, sehingga tidak ada jalan lain bagi penduduk kecuali melui tanah tersebut. Dalam hal ini maka imam/penguasa boleh mempergunakan uang kas negara untuk membayar tanah tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Utsman dalam memperluas masjid Rasululloh Saw.Imam Malik dan lainnyaberpendapat, jika harga makanan yang sangat dibutuhkan sudah mahal, maka imam (pengusaha) berhak untuk memerintahkan penduduk untuk mengeluarkannya (menjualnya) kepasar.

 ...sesungguhnya kepentingan umum itu didahulukan di atas kepentingan khusus. Hal ini sesuau dengan dalil yang melarang penjualan orang kota ke orang pedalaman(yang buta harga) dan kesepakatan ulama salaf terhadap jaminan yang harus ditanggung oleh tukang (jika terjadi kerusakan), mwngingat hukum dasar pada mereka adalah amanat... Hal itu sekiranya kepentingan yang khusus tersebut tidak menimbulkan kemudharatan.

   Adapun jika di paksa untuk  menjual dengan pemaksaan yang halal, maka penjualannya sah sebagaimana pemaksaan menjual tanah untuk perluasan masjid, jalan umun atau kuburan.

  Boleh mengambil tanah, rumah atau toko yang berada di  samping masjid dengan memberikan (ganti rugi) harga secara paksa.

 Contoh permasalahan yang kedua adalah, penguasaan sesuatu demi kepentingan umum, Agama islam memperbolehkan penguasaan tanah yang berdampingan dengan masjiddengan menyitanya secara paksa jika pemiliknya tidak mau menjualnya sementara masjid sudah sempit dan tidak muat lagi.
......Demikian halnya di berikan penguasaan tersebut untuk keperluan jalan umum yang sangat di butuhkan oleh orang-orang, Dengan memberikan (ganti rugi) harga yang sepadan dengan harga tanah hak milik. Dalam hal ini para fuqaha juga menegaskan, bahwa boleh mengambil satu sisi dari masjid untuk keperluan perluasan jalan umum.

Semua keterangan ini di ambil dari kitab:
01. Dalam kitab Hsyiyah al-Bbujairimi 'alal Manhaj II/174.
02. Dalam kitab Qurratul Ain 259.
03. Dalam kitab Hasyiyah al-Dasuqi III/6.04. Dalam kitab Raddul Mukhtar II/384.
05. Dalam kitab al-Ahkum al-Sulthaniyyah al-Mawardi 162.
06. Dalam kitab al-Muwafaqat II/243.
07. Dalam kitab Nihayatul Muhtaj IV/342.
08. Dalam kitab Mawahibul Jalil IV/253.
09. Dalam kitab Madkhalul Fiqh Musthafazarqa I/248.

   Masalah khukum ini di ambil dari kitab: AHKAMUL FUQAHA SOLUSI Problematika Aktual HUKUM ISLAM Keputusan Muktamat, Munas, dan konbes NAHDLATUL ULAMA (1926-2004M).

Semuga bermanfaat Amin Ya Robbal Alamin.

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI