Tuesday 22 November 2016

Hukum Bangunan di Bantaran Kali Atau Sungai

Hukum Bangunan di Bantaran Kali Atau Sungai, memasuki pada tahun 2014, televisi dihiasi oleh berita banjir yang terjadi di ibu kota jakarta. Di beberapa titik air mengenangi jalan dan permukiman penduduk dengan pareasi ketinggan, mulai setinggi lutut orang dewasa hingga atap rumah rumah. Jokowi yang diharapkan mampu mengatasi banjir sepertinya tidak berdaya melawan terjangan air  yang sedemikian rupa.
Kesimpulan sementara dari analisis beberapa pakar tata-kota, banjir jakarta lebih disebabkan rendahnya kesadaran masyarakat jakarta terhadap lingkungannya, khususnya bangunan di bantaran kali dan membuang sampah sembarangannkesungai.

Hukum Bangunan di Bantaran Kali

Menyikapi banjir jakarta berikut wilayah lainnya memang rumit bin pelik, serumit dan sepelik penanganan korupsi di negeri ini. Beberapa persoalan melingkupi jakarta dan lainnya. Akan tetapi, yang paling mendasar adalah persoalan sampah dan sungai yang menyempit lantaran bantaran kali dijadikan hunian penduduk. Waduk (Danau) yang berfungsi sebagi penumpang air juga mengurang akibat dijadikan hunian.

Tulisan ini tidak akan membahas rumit, apalagi sisi politik yang sulit dan berbelit. Akan tetapi mencoba untuk meneropong dari sudut fikih mengenai hukum pendirian bantaran kali atau fasilitas umum yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan umum. Paling tidak sebagai pertimbangan untuk masyarakat sebagai fikih menyikapi hal tersebut.

Secara alami sungai merupakan tempat mengalirkan air dari sumber ketempat yang lebih rendah, yaitu laut yang menjadi penampung terbesarnya. Berarti, fungsi sungai sangat terkait dengan air dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Jika menginginkan air mengalir secara alami dan tidak membanjiri pemukiman, tentunya fungsi sungai harus harus diletakkan pada posisi semula.

Baca Juga: Hukum Mengambil Pasir Disungai

Dalam beberapa kitab fikih kita temukan pembicaraan berkaitan dengan pemeliharaan sungai, termasuk secara langsung hukum membangun bangunan di bantaran sungai (hafatain-nahr). Dalam pandangan empat mazhab sungai memiliki hukum harim atau tepi yang hukumnya sama dengan sungai. Hanya Abu Hanifah yang menyatakan bahwa sungai tidak memiliki hukum tapi, walaupun Abu Yusup dan Muhammad yang keduanya merupakan murid Abu Hanfah menyatakan sebaliknya, dan mereka menilai inilah pandangan mazhab Hanafi yang sebenarnya.

Ketika sungai memiliki hukum (harim), tentunya siapun dilarang menggunakan tepi sungai sebagai tempat hunian, tak terkecuali masjid atau fasilitas lainnya. Bahkan bagi pemerintah dilarang untuk memberikan izin (iqtha') kepaada siapapun untuk mempergunakan tepi sungai sebagai hunian. Mengutip pendapat as-Subki as-Suyuthi menyatakan bahwa bantaran sungai adalah hak umum yang tidak boleh dimiliki oleh siapapun, sehingga tidak boleh diperjual belikan, mendirikan bangunan, dan bahkan bagi pemerintah dilarang untuk memberi izin untuk semuanya.

Hukum Bangunan di Bantaran Kali
Maka dengan demikian, tepi sungai wajib dipelihara dan dijaga kelastariannya. Mengenai batas  tepi sungai yang termasuk wajib dipelihara ulama memang berselisih pendapat. Sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuthi dalam fatwa-Nya yang mengutip pendapat al-Khawarizmi, ada yang berpendapat sejauh pembuangan lumpur ketika dilakukan pengerukan. Kemudian dari kalangan Hanafi menyatakan, tepi yang di hukumi harim adalah selebar sungai pada dua tepinya.

Sementara al-Qulyubi mengatakan harim sungai adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk kemanfaatan sungai seperti saat pembuangan lumpur saat pengerukan dan pembersihan atau pelebaran sungai. Oleh karena itu kata al-Qulyubi, segala bangunan yang ada dibantaran sungai harus diperbolehkan walaupun berupa masjid. Hal ini kata al-Qulyubi sebagaimana telah disepakati oleh empat imam mazhab. Sementara al-Jaamal mengatakan bahwa kondisi ini memang menjadi musibah umum (ammatul-balwa) sehingga ulama banyak menulis topik ini agar  manusia menghentikan tindakan membangun bangunan dibantaran kali.

Hukum ini berlaku pada dua sisi tepi sungai,apa lagi diatas sungai. Sebab inti dari hukum ini adalah masalahah umum, bahwa sungai milik umum yang fungsinya adalah untuk kebaikan masyrakat. Jika mendirikan bangunan di pinggir sungai atau bahkan diatasnya tentunya sangat mengganggu hak umum. Bencana banjir yang terjadi di akhir-akhir ini karena fasilitas sungai terjajah sehingga air tidak menemukan tempat lagi untuk mengalir. Pengerukan sungai sulit dilakukan karena pinggir-pinggir sungai telah terbangun bangunan permanin.

Pembangunan banjir memang tidak cukup dengan hanya menormalisasi bantaran kali, ada hal yang perlu dilakukan, yaitu membentuk pola pikir masyrakat agar sadar terhadap pentingnya untuk menjaga lingkungan. Pemerintah dan maysrakat agar sadar tentang pentingnya ruang terbuka hijau, mengerti bahwa bantaran sungai bukanlah lokasi hunian. Sadar dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sebab sudah pasti, rekayasa teknis seperti membuat terowongan bahwa tanah tidak akan menyelesaikan masalah banjir tanpa adanya kesadaran masyrakat itu sendiri. Wallahu a'lam.

   Kiranya cukup sampai disini tentang Hukum Bangunan di Bantaran Kali Atau Sungai ini, Semuga pengarangnya selalu sehat dan sukses dan juga yang membaca artikel ini. Amin Ya Robbal Alamin.

                                                                                                                 BULETIN Sidogiri

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI