Friday 22 April 2016

Hukum Amar Ma'ruf Nahi Mungkar(Memerintah Kebaikan Dan Melarang Kema'siatan

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sering kali kita jumpai akhir-akhir ini adanya kelompok yang melakukan tindakan menghentikan berbagai bentuk kemaksiatan. Hanya saja tindakan-tindakan tersebut dianggap meresahkan oleh sebagian masyarakat. Pasalnya kelompok yang melakukan amar ma'ruf nahi mungkar (memerintah kebaikan dan melarang ke ma'siatan) tersebut dengan memakai cara yang dianggap terlalu keras dan kasar, seperti dengan langsung memeccahkan botol-botol yang berisi mi uman keras. Lebih dari itu, tindakan tersebut juga tidak ada izin dari pihak yang berwenang.

S. Apakah tindakan yang dilakukan oleh salah satu kelompok sebagian dari atas dapat dibenarkan menurut pandangan syareat islam?
Amar Ma'ruf Nahi Mungkar(Memerintah Kebaikan Dan Melarang Kema'siatan

 Jawab: Aksi amar ma'ruf nahi mungkar (memerintah kebaikan dan menceggah kema'siatan)

sebagaiman permesalahan diatas dapat dibenarkan, apabila kema'siatan yang terjadi hanya bisa berhenti dengan cara-cara tersebut(memeccahkan botol-botol yang berisi minuman keras). Sedangkan aksi yang tidak ada izin dari pihak yang berwenang menurut Imam Ghazali dapat dibenarkan.
 
   Hal ini semua dalam hal yang tidak diingkari dengan tangan. Adapun yang diingkari dengan tangan, seperti menumpahkan arak yang tidak dimuliakan, memeccahkan alat-alat musik, meleppaskannya dari perhiasan dari mas atau sutra, dan memeccahnya kepala kambing dan semacamnya, mengeluarkan orang junub dan orang yang mempunyai najis yang mengotori masjid, maka tidak cukup dengan mengingkari kemungkaran kecuali merubahnya.

Namun hal ini tidak mutlak, akan tetapi jika orang yang mengingkari kemungkaran dan melarangnya itu mampu melakukannya. Wajib baginya untuk menghindari memeccahkan yang terlalu ketika seumpama menumpahkan arak atau memeccahkan alat musik, kecuali jika tidak ditumpahkan melainkan dengan cara itu, atau ada kekhawatiran dijumpai orang-orang fasik sehingga dicegah oleh mereka, maka iapun boleh melakukan hal yang harus dilakukan, meskipun dengan cara membakar atau meneggellamkan.

   Bagi seorang pemimpin boleh melakukan hal tersebut secara mutlak, baik dalam rangka mencegah atau meng hukum jera. Bagi seseorang boleh memukul dengan semacam tanganya ketika sipelaku tidak berhenti dengan diberi ucapan kasar. Jika tidak berhenti kecuali dengan mengangkat senjata oleh dirinya seorangatau bersama jama'ah, maka hal inin boleh dilakukan namun dengan rekomendasi sang pemimpin menurut pendapat yang dijadikan pedoman.

Imam Ghazali berkata ''Tidak butuh izin sang pemimpin'' Ada yang mengatakan pendapat ini yang lebih sesuai sebagaimana boleh membunuh orang fasik yang membela kefasikannya. Jika orang yang benar terbunuh, maka ia termasuk mati syahid.


Semuga artikel ini bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi penulisnya Amin Ya Robbal Alamin.

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI