Tuesday 12 April 2016

Hukum Ta'ziyah (Melayat)

Hukum Ta'ziyah (Melayat)Islam sangat responsif terhadap fenomena ini. Bukan sekedar komunikasi yang bertema dan berskala besar saja yang diperhatikannya, tetapi hubungan yang sangat kecil pun tak luput dari pantauannya. Ini tiada lain karena demi kemaslahatan manusia, sebagai makhluk yang berkepribadian mulia. Islam telah memberikan peraturan dalam masalah mu’amalah semacam ini, agar dalam pergaulan, manusia tidak melampui batas-batas koridor yang telah ditentukan syariat. Sehingga pergaulan tersebut tidak merugikan salah satu pihak. Salah satu dari bentuk mu’amalah tersebut adalah ta’ziyah. Atau biasa disebut melayat.Sesuai dengan Sabda Rosulullah sholallahu alaihiwasalam.

مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ

Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut. [HR Tirmidzi 2/268. Kata beliau: “Hadits ini gharib. Sepanjang yang saya ketahui, hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin ‘Ashim”; Ibnu Majah, 1/511]. (Ghorib=hadits yang diriwayatkan oleh satu orang, Tidak Marfu'=Riwayat tidak sampai ke Rosululloh)


HIKMAH TA’ZIYAH
Disamping pahala, juga terdapat kemaslahatan bagi kedua belah pihak . Antara lain :
1- Meringankan beban musibah yang diderita oleh orang yang dilayat.
2- Memotivasinya untuk terus bersabar menghadapi musibah, dan berharap pahala dari Allah Ta’ala.
3- Memotivasinya untuk ridha dengan ketentuan atau qadar Allah Ta’ala, dan menyerahkannya kepada Allah.
4- Mendo’akannya agar musibah tersebut diganti oleh Allah dengan sesuatu yang lebih baik.
5- Melarangnya dari berbuat niyahah (meratap), memukul, atau merobek pakaian, dan lain sebagainya akibat musibah yang menimpanya.
6- Mendo’akan mayit dengan kebaikan.
7- Adanya pahala besar bagi orang yang berta’ziyah.

JANGKA WAKTU TA’ZIYAH
Ta’ziyah disyari’atkan dalam jangka waktu tiga hari setelah mayitnya dikebumikan. Jumlah tiga hari ini bukan pembatasan yang final, tetapi perkiraan saja (kurang lebihnya saja). Dan jumhur ulama menghukumi makruh, apabila ta’ziyah dilakukan lebih dari tiga hari . Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُحِدَّ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلَاثِ أَيَّامٍ إِلَّا عَلَى زَوْجٍ فَإِنَّهَا تُحِدُّ عَلَيْهِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

Tidaklah dihalalkan bagi semua seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, untuk berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. [HR Bukhari, 2/78; Muslim, 4/202].

Alasan lainnya, setelah tiga hari, biasanya orang yang ditinggal mati, bisa kembali tenang. Maka, tidak perlu lagi untuk dibangkitkan kesedihannya dengan dilayat. Kendatipun begitu, jumhur ulama membuat pengecualian. Yaitu apabila orang yang hendak melayatnya, atau orang yang hendah dilayatnya (keluarga yang ditinggal mati) tidak ada dalam jangka waktu tiga hari tersebut.

Dan boleh berziarah kubur kepada orang yang mati tidak di atas agama
Islam dalam rangka untuk mengambil ibrah (pelajaran). Haditsnya :

"Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam pernah menziarahi kubur ibunya.
Beliau Shalallahu 'alaihi wasallam menangis dan membuat orang-orang
yang di sekililingnya pun menangis. Lalu beliau berkata: "Aku minta
ijin kepada Rabbku untuk memintakan ampunan untuknya, tetapi aku tidak
diberi ijin. Dan aku minta ijin kepada-Nya untuk menziarahi kuburnya,
maka aku diijinkan. Oleh karenanya berziarahlah kalian ke kubur,
karena sesungguhnya ziarah kubur itu bisa mengingatkan kalian kepada
kematian" (Dikeluarkan oleh Imam Muslim (3/65), Imam Abu Dawud (2/72),
Imam Nasa'i (1/286), dll.) 

Terma kasih anda telah membaca artikel kami yang berjudu: Hukum Ta'ziyah (Melayat,Semuga bermanfaat. Aminn

0 komentar:

Post a Comment

MASUKAN KOMINTAR DISINI