Bagaimanakah Hukumnya Demontrasi Atau Unjuk Rasa. Akhir-akhir ini banyak demontrasi, unjuk rasa, pemogokan dan bahkan pengrusakan fasilitas umum (kerusuhan). Motif dan tujuannya beragam, tapi intinya tidak puas atas kebijakan, sikap atau ketindakan suatu lembaga/instansi, dan mencari keadilan.
Demonstrasi menjadi lokomotif yang digemari rakyat secara umum sebagai sarana dalam memprotes (
amar makruf nahi munkar)
terhadap berbagai problematika publik. Islam sendiri membolehkan aksi
protes dalam perkara hukum (politik) maupun non hukum (non-politik),
bahkan antar teman sendiri atau orang di sekelilingnya, apalagi bila ia
dalam keaadan terzholimi, maka ia boleh untuk menyangkalnya (protes)
dengan berbagai sarana atau media yang diperlukan asalkan tidak
membalasnya dengan bentuk kezholiman yang lain atau justru akan
merugikan yang lain, dan seorang muslim seharusnya melakukan aksi protes
dengan segala sarana yang bukan kategori dosa.
Dalam aksinya, banyak hal yang menjadi polemik dalam demonstrasi itu
sendiri. Kerusuhan, anarkis, arogan, perusakan transportasi umum dan
hal-hal negatif sering dikaitkan dengan aksi demonstrasi, namun di sisi
lain ada beberapa problematika rakyat yang bisa terselesaikan lebih
cepat dengan cara berunjuk rasa.
Para ulama tidak ketinggalan dalam menyikapi urusan penting ini,
terjadi pro-kontra antar ulama terkait hukum boleh atau tidaknya
demonstrasi, mengingat bahwa demonstrasi digunakan masyarakat sebagai
sarana dakwah (
amar makruf nahi munkar) terhadap masyarakat luas atau terhadap penguasa.
Pertanyaan
a.
Bolehkah mencari keadilan melalui demontrasi? Sampai batas manakah demontrasi di benarkan dalam Islam?
b. Bagaimanakah orang/massa membuat kerusuhan? bagaimana pula hukum tokoh/otak penggerak kerusuhan? Bagaimana hukum merusak fasilitas umum termasuk sarana ibadah?
J. Demontrasi dan unjuk rasa yang mermuatan
amar ma'ruf nahi mungkar untuk mencari kebenaran dan demi tegaknya keadilan itu boleh selama: 1. Tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar.
2. Sudah tidak ada jalan lain seperti menempuh musyawarah dan lobi.
3. Apabila di tujukan pada penguasa pemerintah, hanya boleh di lakukan dengan cara
ta'rif (menjalankan penjelasan) dan
al-wa'zhu (pemberian nasehat).
Dasar pengambilan:
1.
Ihya' Ulumuddin juz II, hlm. 337.
2. Dan sesamanya:
Al-Zawajir dari Iqtirafil Kabair juz II. hlm. 272.
3. Hadist yang di sepakati oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abi Sa'id al-Khudriy r.a. ia berkata: Aku mendengar Rasululloh Saw. Bersanda: ''
Man ra-aa minkum munkaran falyughayyirhu biyadihi fa-inlam yastathi' fabilisanihi fa-inlam yastathi' fabiqhalbihi wadzalika adl'aful iman''.
Yang artinya: ''
Barangsiapa melihat kemunkaran maka ia harus mengubahnya dengan tangan (kekuasaan)nya, dan ia talah terbebas (dari dosa kewajiban memberantas). Jika ia tidak mampu mengubah dengan tangannya, dan kemudian mengubah dengan lisannya, maka iapun telah terbebaskan. Dan jika ia ternyata tidak pula mampu mengubah dengan lisannya, kemudian ia mengubah dengan hatinya (tidak menyetijuinya) maka iapun telah terbebaskan pula, Dan yang terkhir ini termasuk iman yang paling lemah''. (HR. Nasai)
Dan telah kami jelaskan, bahwa memerintahkan pada kebaikan itu mempunyai babarapa tingkatan:
1. Memberikan pengertian.
2. Memberikan nasehat.
3. Berbicara keras/kasar.
4. Mencegah dengan kekerasan agar mau melakukan kebaikan, dengan memukul dan memberi hukuman.
Adapun yang di perbolehkan dalam menghadapi penguasa adalah, dua yang pertama (memberi pengertian dan nasehat). Sedangkan mencegah dengan kekerasan, maka tidak boleh di lakukan oleh warga terhadap penguasa karena dapat menggerakkan fitnah dan menimbulkan gelombang keburukan, serta lebih banyak lagi hal-hal yang di larang.
Berbicara kasar/keras, misalnya seperti ucapan
wahai orang yang zalim, wahai orang yang tidak takut terhadap Allah Swt. dan semisalnya, jika perkataan tersebut dapat menimbulkan fitnah yang keburukannya dapat menimpa pihak lain, maka tidak di perbolehkna. jika hanya mengkhawatirkan terhadap dirinya sendiri, maka boleh dan bahkan sunnah.
Kebiasaan ulama salaf masa lalu, adalah mereka berani menghadapi bahaya dan terang-terangan melakukan pembangkangan tampa peduli dengan bencana yang menimpa kehormatan diri dan siap menantang berbagai macam siksaan. Hal ini di lakukan karena mereka tau bahwa semua itu merupakan kesyahidan.
Kiranya cukup sampai disini tentang
Hukumnya Demontrasi Atau Unjuk Rasa. Semuga dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin Ya Robbal Alamin.